Senin, 13 Mei 2024

That’s My Woman

Ban mobil berwarna hitam doff  berhenti di depan sebuah gedung 3 lantai. Pintu terbuka dan muncul wanita dengan berpakaian santai menggunakan gamis panjang berwarna abu-abu. Menggunakan jilbab dan sneakers yang senada dengan warna baju, serta backpack ukuran sedang berwarna hitam. Wanita itu juga membawa paper bag tertulis brand roti ternama.

Ketika memasuki gedung tersebut, wanita itu langsung disambut dengan seorang wanita berkacamata. “Halo Teh Nasa, saya Widya sebagai penanggungjawab Podcast Suara Wanita. Ayok teh kita langsung ke lantai 3. Yang lain sedang bersiap-siap.”

Sepanjang jalan, mereka sedikit berbincang diselingi candaan dari Widya. Sesampainya di lantai, Nasa langsung mengeluarkan isi dari paper bag tersebut dan membagikannya ke orang-orang yang ada di lantai 3 termasuk ke Widya. Setelah selesai, Nasa diminta untuk langsung menempati kursi yang dihadapkan oleh meja dan mic serta beberapa jenis minuman dan jajanan khas pasar. Di sebrangnya terdapat kursi dan kondisi meja yang sama.

“Teh Nasa, ini Santi yang akan memandu podcast episode ini.” Ujar Widya. Nasa langsung tersenyum dan berjabat tangan serta memperkenalkan diri.

Setelah sedikit diskusi kecil antara Widya dan Santi, terdengar ada yang berkata

Ready…..

action…

Hallo guys selamat pagi, siang, dan sore. Apa kabar semuanya? Selamat datang di Podcast Suara Wanita edisi di hari rabu.” Ucap Santi dengan nada gembira diiringi suara tepuk tangan bersahutan di lantai 3.

“Okay guys pada podcast episode kali ini kedatangan tamu yang baru saja pulang dari luar negeri.  ada apa nih di luar negeri?” tanya Santi dengan sedikit tersenyum misterius.

Nasa, selaku tamu pun tertawa.”Biasa, iseng saja hehehe eh tidak teman-teman ya. Aku kebetulan ada perkerjaan sekaligus reuni sama teman-teman kala kuliah dulu.”

“Ooo begitu. Baiklah. Tapi sebelumnya kita ke inti podcast, Santi izin memperkenalkan diri dulu narasumber kali ini. Beliau adalah Namira Sapphire atau biasa dipanggil Teh Nasa. Teh Nasa ini merupakan pendiri dari komunitas baca di Desa Sindang, beliau juga merupakan seorang traveller dan penulis.”

“Jadi lumayan ya teh kesibukan nya?”

“Hehehe alhamdulillah badan masih mau diajak kemana-mana.”

“Tapi memang dipanggilnya Teh Nasa? ada sejarahnya tidak kenapa dipanggil Teh Nasa?”

“Dulu sebelum dipanggil Nasa, nama panggilanku itu Na.  Ketika tahun ke 2 kuliah, aku ikut kegiatan volunteer di salah daerah Jawa Barat. Kala itu di kelompok volunteer itu yang dipanggil Na itu ada 3 orang. Tidak mungkin kan 3 orang dengan nama yang sama dalam 1 grup. Akhirnya kita mencoba mencari nama panggilan lain agar tidak tertukar ketika memanggil. Ketika sudah di lokasi, anak-anak kecil di daerah itu memanggil aku Teh Nasa, singkatan dari kata awal namaku, Namira Sapphire. Ditambahkan teh karena di Jawa Barat. Dan ya semenjak saat itu setelah pulang kegiatan, panggilan itu terus berlanjut hingga sekarang bahkan di lingkungan keluarga juga mengubah panggilan menjadi Nasa. Di komunitas juga gitu. Padahal sudah selesai kegiatan volunteernya.”

“Oh begitu. Seperti episode sebelumnya, Podcast Suara Wanita di setiap rabu mendatangkan penulis dengan karyanya yang berhubungan tentang perempuan. Secara kebetulan Teh Nasa baru saja melakukan peluncuran buku tentang independent woman.”

“Sebenarnya awalnya penasaran kenapa diundang. Soalnya aku tidak berfokus soal perempuan tapi lebih ke literasi. Tapi setelah kemarin dihubungi sama Teh Widya katanya sekalian ceritakan soal buku terbaruku karena temanya soal independent woman.”

“Tapi aku infokan lagi ke semua teman-teman pendengar Podcast Suara Wanita, aku masih belajar mendalami soal independent woman, soal perempuan. Jadi aku akan lebih membahas soal sosok ‘independent woman’ di mataku yang aku jadikan inspirasi dalam buku ini. Jadi semisal ternyata berbeda dari yang teman-teman pendengar ketahui, silakan dikoreksi dan aku dengan senang hati menerima kritik dan saran asal membangun dan menggunakan bahasa yang sopan.” Ucap Nasa diakhiri dengan senyuman.

“Tapi teteh saja sudah independent woman. Seorang pegiat literasi, penulis, lalu jadi traveller juga. Sangat mandiri dan pekerja keras.” Ucap Santi dengan semangat.

No. aku yakin ada yang lebih wow dari aku. Aku tidak berani melabeli diriku sebagai independent woman.”

“Hehehe tapi pendengar juga setuju denganku teh. Oke baik. Kita langsung saja ya teh memulai podcastnya. Teh Nasa kemarin kan baru saja melakukan peluncuran buku baru dengan judul Dia Wanitaku. Bisa diceritakan tidak teh bagaimana proses awal dari buku baik itu pemilihan tema, cerita, hingga pada akhirnya menjadi buku best seller?”

“Sebelumnya mau mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman yang sudah meluangkan waktu untuk membeli, membaca, bahkan ada yang sudah review buku ini. Aku sudah membaca ulasan kalian semua. Jadi, 2 minggu lalu aku baru saja melakukan peluncuran buku dengan judul Dia Wanitaku. Niat awal membuat buku itu adalah sebagai salah satu kado ulang tahun ibu. Alhamdulillah ternyata antusias para pembaca hingga membuat buku itu best seller. Terima kasih sekali lagi teman-teman atas semuanya. Ibu yang aku jadikan tokoh utama dalam cerita ini tidak kalah terkejutnya. Karena memang aku tidak cerita kalau menjadikan beliau sebagai tokoh di buku baruku.”

“Masya allah sekali teh. Memberikan kado ulang tahun dalam bentuk buku dan malah menjadi best seller. Apa alas an dari seorang The Nasa memberikan kado dalam bentuk buku?”

Nasa tersenyum ketika mendengar pertanyaan itu. Ia seperti melihat kisah perjuangan sang ibu di fikirannya. Bagaimana sang ibu berjuang di kala Ayah Nasa harus istirahat panjang karena penyakit stroke yang menyerang secara tiba-tiba.

Nasa akui memori pengingat di otaknya tidak baik alias dia mudah sekali melupakan memori-memori kecil bahkan penting sekalipun. Alhasil tak banyak yang dia ingat masa kecilnya. Namun yang membekas adalah ketika sosok kepala rumah tangga bangun di pagi hari dengan kondisi tak bisa menggerakkan badan dan tidak bisa berbicara. Kala itu Nasa masih duduk di bangku kelas 5 sekolah dasar. Nasa kecil bingung kenapa ayahnya seperti itu. Ia sedikit ketakutan melihat sosok ayahnya yang tidak seperti biasanya. Hanya bisa diatas tempat tidur. Tentu tidak mudah bagi keluarga Nasa menerima kejadian yang terbilang mendadak dan dari situlah perjuangan Ibu Nasa dimulai.

Ibu Nasa merupakan seorang guru di sekolah negeri dan swasta. Sebelum diangkat menjadi pegawai negeri, Ibu Nasa bekerja dari pagi hingga sore di 5 sekolah yang berbeda. Memang benar hingga sore, karena ada beberapa sekolah yang memulai kegiatan belajar di siang hingga sore hari. Nasa kecil sudah terbiasa dengan kesibukan ayah dan ibunya. Setiap pulang sekolah, Nasa akan ganti baju lalu main ke tetangga hingga sang ibu dan ayah pulang.

Hingga Nasa kelas 2 sekolah dasar, sang ibu diangkat menjadi pegawai negeri. Tentu itu merupakan kabar bahagia bagi keluarga Nasa. Beliau ditugaskan untuk mengajar di sekolah dengan jarak 45 km dari rumah. Tapi itu tidak mematahkan semangat Ibu Nasa agar mampu menghidupi keluarga. Ayah Nasa pun semangat untuk mengantar Ibu Nasa karena kebetulan satu arah dengan tempat kerja Ayah Nasa. Setelah diangkat menjadi pegawai negeri Ibu Nasa mempertahankan 1 sekolah dari 5 sekolah sebelumnya artinya Ibu Nasa bekerja untuk 2 sekolah.

Sejak Ayah Nasa sakit, Ibu Nasa menjalani 2 peran sekaligus. Menjadi sosok ibu yang mengurus rumah di pagi hari serta menjadi sosok ‘ayah’ yang bekerja. Bukan tak mudah menjalani dua peran tersebut. Ketika menjadi dewasa, Nasa sadar bagaimana sang ibu dulu mampu bekerja dan mengurus rumah. Tak jarang beliau di malam hari menyempatkan untuk menyetrika pakaian.

Mengenai Ayah Nasa, sudah berulang kali keluarga mencarikan obat terbaik untuk ayah. Mulai dari rumah sakit ternama, alternatif hingga pengobatan yang menurut Nasa sangat aneh. Namun hingga 10 tahun kondisi Ayah Nasa tidak kunjung membaik. Ayah Nasa akui ketika konsultasi ke dokter, dokter berkata bahwa Ayah tidak sepenuhnya bisa sehat seperti sedia kala. Hal itu yang membuat ayah tidak percaya lagi kepada dokter dan memilih pengobatan alternatif. Hingga di tahun pertama Nasa kuliah, ayah berpulang. Tentu itu menjadi pukulan tersendiri bagi keluarga.

“Teh?” panggil Santi kepada Nasa. karena melihat Nasa melamun lama.

“Eh, maaf-maaf jadi teringat sesuatu. Kenapa memilih untuk memberikan kado berupa buku karena ingin sedikit berbeda dari biasanya. Kebetulan juga bakatnya di menulis jadi ya sudah aku buat novel yang kisahnya berdasarkan kisah dari ibu. Tentu ada beberapa bagian yang aku edit dan tidak aku masukan karena kebutuhan cerita dan juga privasi ibu. Tapi hampir keseluruhan kisah itu menggambil dari ibu.”

“Oh begitu. Jadi memang ingin sedikit berbeda begitu ya teh. Tapi Teh Nasa tidak papa? Atau perlu istirahat dulu?”

“Tidak kok tidak perlu. I’m fine hehehe izin minum boleh?” tanya Nasa kepada Santi.

“Boleh teh silakan. Ada jajanan pasar juga. Kalau mau makanan berat kabari teh nanti dari team coba carikan.” Ujar Santi serius.

Nasa tertawa dibuatnya. “Hahaha oke siap Teh Santi.”

Setelah meminum air mineral dan sedikit mengatur napas, Nasa berkata,”kita lanjut ya Teh Santi.”

Santi menjawab dengan menganggukkan kepalanya.

“Menurut Teh Nasa, apa sih yang menarik dari buku yang teteh terbitkan kali ini?”

“Em… selain buku ini hadir sebagai kado dengan kisah perjuangan wanita dan kita bisa mengambilkan makna dari kisah sosok wanita ‘yang dipaksa’ menjadi independent woman. Bagaimana lingkungan memandang wanita tersebut.”

“Dan tidak menyangka akan best seller ya.” Ujar Santi.

“Itu bonusnya hehehe”

“Kalau boleh tau, sosok ibu yang menjadi inspirasi Teh Nasa itu seperti apa?”

“Sosok ibu dan ayah dalam keluarga. Menjadi independent woman karena kondisi tapi beliau sama sekali tidak mengeluh. Mengeluh akhir akhir ini karena penyakit orang tua, seperti punggungnya atau kakinya. Beliau itu sosok pekerja keras. Bekerja dengan jarak 45 km, kalau pulang pergi berarti sekitar 90 km. Belum di jalan ban bocor atau hujan. Di rumah pun masih  mengurus rumah, mengurus anak-anaknya dan juga ayah yang sedang sakit. Mungkin itu kalau aku pasti sakit. Ibu juga sosok yang tidak menyerah. Beliau pernah tes selama 12 kali untuk tes menjadi pegawai negeri namun tidak lolos dan pada akhirnya diangkat karena ada program dari pemerintah. Banyak kata-kata Mutiara yang tak jarang beliau berikan. Mungkin karena beliau guru kali ya jadi suka memberi motivasi ke muridnya jadi banyak kata-kata mutiara. Selain itu juga beliau mengingatkan anak-anaknya untuk menabung, dan harus ku akui beliau soal keuangan sangat bagus dan baik. Kadang dari kami sebagai anaknya suka berkata jangan percaya kalau mamah gak punya uang hehehe”

“Jadi beliau itu menjadi independent woman bukan karena keinginan sendiri tapi karena terpaksa ya Teh. Dan dari penurutan teteh sepertinya sangat excited membahas soal ibunya Teh Nasa.”

“Iya. Beliau itu spesial banget dalam hidupku. Beliau berjuang buat anaknya dan itu masih membekas layaknya film yang diputar berulang-ulang. Beliau selalu mengusahakan yang terbaik buat anaknya apalagi soal pendidikan. Ada satu kisah yang kala itu memorable untukku. Ketika SMA dan waktunya membayar spp, beliau membawakanku uang koin.”

“Uang koin?” Tanya Santi setengah percaya.

“Iya uang koin. Uang 500 dan 1000 an koin itu loh teh. Akhirnya ya udah bawa saja. Tapi pada akhirnya uangnya aku tukar di warung. Tapi kalau untuk sehari-hari aku tetap pakai uang koin. Dan itu masih aku ingat sekarang. Makanya kalau ada uang koin aku suka masukin ke celengan. Nanti kalau sudah penuh di pecah lalu ditukar ke warung begitu.” Ucap Nasa sembari tertawa.

“Kadang kita sebagai anak ingin tidak merepotkan. Makanya ketika kuliah aku sambil kerja. Tapi beliau selalu bilang uang hasil kerja di tabung. Kalau buat anak sekolah, insya allah rezeki selalu ada. Makanya aku kalau bahas soal ibu suka gak kuat hehehe”

Melihat mata Nasa mulai berembun, Santi sontak meraih tisu yang ada didekatnya dan memberikan kepada Nasa.

“Maaf banget teh jadi sensitif. Tapi harus ku akui, kalo terkait orang tua apalagi ibu itu langsung nangis. Beliau pernah bilang, ketika di sekolah tempat beliau mengajar ada semacam tes kesehatan. Setelah di cek, tingkat kelelahan ibu itu melebihi batas yang seharusnya manusia. Beliau bahkan menapouse lebih cepat dikarenakan kelelahan dan stress yang beliau alami.”

It’s okay teh. Manusiawi kok. Apalagi melihat perjuangan ibu Teh Nasa. Ibunya teteh itu seperti wonder woman.”

 “Apa tanggapan dari lingkungan atau tetangga lain terkait ibunya Teh Nasa?”

“Dewasa ini aku baru sadar teh, bagaimana lingkungan memandang keluargaku. Ada yang memandang kagum, ada yang memandang biasa saja, ada yang bahkan memanfaat keluargaku. mereka beranggapan dengan kondisi pekerjaan ibu yang stabil, gajian terus tiap bulan, kadang dapat bonus, maka semua akan baik-baik saja. Tapi mereka tidak tahu bagaimana ibu harus memutar otak agar kondisi keuangan tetap stabil dan adil. Ibu selalu menanamkan kepada anaknya bahwa semua yang terjadi kepada kita sudah ditakdirkan oleh yang maha kuasa. Maka tugas kita adalah berusaha dan berserah. Banyak hal yang sudah dilewati oleh Ibu. Aku bersyukur terlahir di keluarga ini. Meski di awal mereka kekurangan, namun tidak menggoyahkan semangat untuk hidup lebih baik. ”

“Kalau dilihat dari cerita Teh Nasa, sepertinya dekat dengan sang ibu ya.”

No. Aku dekat dengan ibu itu ketika kuliah malah. Aku kurang paham penyebabnya kenapa tapi mungkin karena sejak kecil aku tidak terlalu sering bertemu dengan ibu. Ditambah aku kan tidak punya banyak topik pembicaraan dan aku orangnya itu pendiam. Jadi ya gitu hehehe gak banyak interaksi dengan ibu. Hingga ketika bapak tidak ada, kakak tertua meminta untuk sering menghubungi ibu karena dikarenakan diantara kami 4 saudara, aku yang bisa dibilang banyak waktu untuk menghubungi ibu. Kedua saudara yang lebih tua dari aku sudah menikah dan mungkin sedikit sulit menghubungi ibu, adikku sekolah di pondok pesantren, dan hal itu pasti dia tidak diperbolehkan membawa telpon genggam. Bisa menghubungi ibu dengan jadwal tertentu. Kalau aku kan kuliah, dan gak banyak kegiatan kala itu jadi ya cocok. Dan disitu aku baru sadar, bahwa aku tidak banyak memori dengan keluarga terutama dengan ibu. Aku masih ingat dulu ketika SMA, aku menghubungi orang rumah hanya untuk minta jemput pulang, atau minta uang. Sejak saat diminta itu, hampir setiap malam aku menelpon beliau. Setelah magrib biasanya.”

“Hingga sekarang, teh?”

“iya. Hingga saat ini. Kalau di rumah kan tidak. Kadang kita mengobrol setelah makan malam. Atau ketika sedang memasak begitu. Kalau aku tidak di rumah, aku biasanya telpon setelah magrib. Mengikuti waktu yang pas. Atau waktu pastinya di jam 7.”

“Menurut teteh arti independent woman itu apa sih?”

“Bagiku semua wanita itu hebat. Seorang ibu rumah tangga sekalipun, kala ia berjuang untuk rumah dan keluarganya. Tidak mudah kan teh mengurus rumah dan keluarga. Aku berapa kali melihat video cuplikan soal bagaimana kalau pekerjaan seorang ibu diganti dengan uang. Wah itu setara gaji guru yang pegawai negeri golongan 3. Dan definisi independent woman itu berbeda-beda setiap orang. Definisi independent woman dari aku adalah wanita yang mandiri, pekerja keras, wanita yang mampu menahan ego nya. Yang mampu menentukan keputusan yang tepat untuk kedepannya. Yang mampu menghadapi dunia, dan kuat secara mental dan fisik. Dan mampu menyeimbangkan antara pekerjaan dan kondisi rumah. Itu definisi dari aku karena aku melihat kondisi independent woman yang seperti itu. Mungkin ada yang mempunyai definisi yang berbeda karena lingkungan atau apa yang dia pelajari berbeda.”

“okehh. Terakhir nih teh, apa pesan teteh buat para perempuan di luar sana?”

“Em… pandanglah dunia itu luas. Jangan terpaku dengan 1 hal saja. Kita perlu cari pengalaman dan kemampuan agar bisa bertahan. Menurutku tidak masalah wanita bekerja, seperti yang aku pelajari dari ibu bahwa kita sebagai perempuan bekerja bukan untuk menyaingi laki-laki, tapi untuk membantu perekonomian agar jauh lebih. Tentu tidak lupa dengan kondisi rumah. Suami dan anak juga bisa kok berperan dalam rumah tangga. Membantu meringankan pekerjaan rumah. Pokoknya saling bahu-membahu sehingga pekerjaan jadi lebih ringan. Jangan lupa bersyukur dan berserah. Semangat untuk kita semua.” Ucap Nasa sembari tersenyum.

“Oke. Itu adalah akhir kalimat dari Teh Nasa. Terima kasih Teh Nasa sudah mau berbagi terkait buku yang baru saja terbit. Seperti biasa setelah podcast ini tayang akan ada kuis dengan hadiah yaitu buku terbarunya Teh Nasa dan tanda tangannya. Nantikan rules kuisnya di akun instagram kami. Bye semua.” Ucap Santi mengakhiri podcast.

Kamis, 28 Mei 2020

Akankah Menyesal Pulang Terlambat?



Kau tidak rindu?
Kalimat itu yang selalu ditanyakan oleh sahabatku, Zahra. Di kantor, di transportasi, di jalan, di flat, bahkan di telpon. Aku heran apakah dia tidak bosan. Aku saja yang mendengarnya sangat bosan. Tapi seperti sudah terjadwal maka ia akan bertanya setiap kali ada kesempatan. Bukan tanpa sebab Zahra bertanya seperti itu, sejak 2 minggu lalu tepatnya aku mendapatkan E-mail dari kakakku dan “dia”. E-mail itu berisikan bahwa orang yang membuatku kabur ke London akan segera menikah. Yahh ternyata orang yang dulu menjanjikan akan hidup bahagia bersamaku memilih jalan lain untuk bahagia tentu bukan denganku. Karena kejadian itu ibuku dengan semangatnya menjodohkanku dengan beberapa kenalannya dan berharap aku segera move on justru sebaliknya itu membuatku tertekan dan membuatku kabur ke London, kota yang pernah jadi salah satu tempatku menempuh study lanjutan. Namun bukan E-mail itu yang membuat Zahra terus menerorku melainkan ada kalimat bahwa ibuku sakit dan meminta aku pulang. Aku ragu membalas E-mail dari saudara tertuaku itu.
Dan selama 2 minggu juga Zahra terus membujukku. Bukan karena mantan tunangan akan menikah melainkan kondisi ibu yang menghawatirkan. Aku tau egoku terlalu tinggi untuk masalah ini. Tapi fikiranku saat itu terlalu jengkel akan yang dilakukan ibu. Aku merasa ibu terlalu memasuki ranah masalah pribadiku. Aku tidak suka jika terlalu diatur. Sejak dulu ibu selalu mengatur pilihanku. Sejak itu aku tidak pernah punya pendirian yang tetap. Karena aku dibiasakan oleh ibuku seperti itu.
Zahra selalu mengingatkanku akan berjasanya seorang ibu dan yang berhubungan dengan ibu. Ia tau alasanku tapi seolah itu tidak menghalanginya untuk terus memaksa pulang. Bagaimana jika kau tidak bisa bertemu dengan ibumu lagi? Bagaimana kalau kau menyesal tidak pulang cepat? Itu beberapa kalimat yang Zahra lontarkan selama merayuku.
Tempat minggu ketiga sejak E-mail itu. Dan Zahra masih saja menerorku. Dia bahkan sudah mengajukan izin dan membelikanku tiket. Dan yaa pada akhirnya aku luluh dan mengiyakan untuk pulang. Zahra tersenyum senang mendengar keputusanku. Aku menatap langit London sore itu. Perjalanan dari stasiun menuju flat lumayan jauh. Aku merapatkan mantelku. Kami bergegas untuk kembali guna mempersiapkan kepulanganku. Ibu anakmu akan pulang. Tunggulah sebentar lagi.


Senin, 11 Mei 2020

KERINDUAN




Rindu ini bisa kau utarakan langsung. Yang jadi permasalahan, apakah dia mendengar? Apakah dia merasakan hawa rindumu? Dirimu sering bertanya, apakah dia tidak menanam rindu juga? Yang kelak dipetik ketika waktunya. Tapi kamu tak ambil pusing akan hal itu. Yang kamu tau rindu kepada dia semakin hari semakin bertambah.  Kamu tidak masalah apakah rindumu akan terbalas. 
Hari dimana rindu itu siap dipetik telah tiba. Kamu begitu bersemangat dan tak henti hentinya menebar senyum. Namun, rindu itu tak nampak senang. Rindu itu menunjukkan bahwa dia yang selama ini kau rindukan ternyata sudah memiliki sumber kerinduan yang lain. Disaat ini apa yang harus kau lakukan. Apakah kau bahagia dengan pilhannya atau justru merana?

Jumat, 31 Januari 2020

CERITA CINTA PERTAMA



Berbicara soal cinta pertama tak lepas dari sosoknya. Sosok yang saat ini masih mengisi ruang hati.“Bisa ceritakan kisahnya?” tanya partner kerjaku, Dani. “Males banget Dan.” Jawabku santai. “Ayoklah... saya penasaran. Sehebat apa dia sampai kau masih belum bisa move on dan masih menjomblo.” Rengeknya.
Fikiranku terlintas beberapa kenangan dengannya. Saat itu awal masuk siswa baru ditahun 2012. Secara kebetulan aku menjadi panitia MOS (masa pengenalan sekolah). Beberapa kali aku melihatnya tapi setelah masa MOS selesai. Setelah ku selidiki ternyata dia adalah sosok yang pernah ku temui 2 tahun yang lalu. “eist.... 2 tahun lalu?itu SMP dong? Kamu satu sekolah sama dia? Katanya beda sekolah” tanya Dani. “aish... dengerin dulu makanya. Orang belum selesai kok malah di stop?”jawabku. “O ya ya... santai. Lanjutkan.” Jawabnya kembali duduk menyandarkan badan di kursi.
Kenapa 2 tahun yang lalu? Saat itu aku mengikuti olimpiade kabupaten disekolahnya. Dia menjadi pemimpin upacara pembukaan. Awalnya temanku yang terpesona dengannya yang menggunakan baju putih pakaian dinas upacara (PDU) layaknya anggota paskibra. Saat itu aku hanya bersikap biasa saja dan hanya berkata,”oh iya dia ganteng.” Dengan ekspresi biasa saja. Dan ketika acara selesai kembali kerumah, hal itu seolah biasa saja segera terlupakan. Hingga di kelas 2 SMA aku bertemu dengannya lagi. Justru aku yang penasaran dengannya.
Kata teman satu organisasi denganku, ia merupakan salah satu anak pintar disekolah dan merupakan ketua OSIS. Salah satu ciri khasnya adalah dia selalu menggunakan kacamata berwarna hitam biru. Ohya namanya Zaka. Aku sering kali mencuri – curi pandang ketika tak sengaja melihatnya di masjid, di kantin atau melihatnya dari kejauhan selama di lingkungan sekolah. Ketika ada sesi razia dari kami pihak OSIS, aku selalu berharap berada di kelasnya. Itu yang ku lakukan selama tahun kedua ku di SMA.
Pernah saat UAS, adik OSIS menemuiku. Saat itu posisiku diluar kelas jam istirahat. Adik OSIS itu berbicara sesuatu kepadaku. Mataku menangkap sosoknya. Ya sosok Zaka berada tak jauh dari kami. Dengan tatapan malu – malu kucing membuatku gemas. Setelah berbicara adik kelas ku itu langsung pergi degan Zaka. Setelah pulang sekolah aku menuju tempat berkumpul. Ku kira aku akan bertemu dengannya, ternyata sosok berkacamata hitam biru itu tak ada.”tunggu Ris. Kamu kesana karena si Zaka. Sebucin itu kah kau dengan dia?” tanya Dani sambil meminum kopinya. “gak lah Dan kan tadi aku dipanggil sama adik OSIS  suruh kumpul. Tapi jujur ya, kalo liat dia itu biasa aja ketika dibelakang nah baru excited banget.” Jawabku. Setelah membenarkan dudukku agar lebih nyaman, aku melanjutkan cerita.
Singkat cerita aku ternyata satu kelompok kakak panitia MOS dengannya. Awalnya aku tidak terlalu memperhatikan siapa ketuanya karena dihari pertama kumpul ia tidak hadir. Begitu hari berikutnya ternyata dia, si kacamata biru. Semua berjalan seperti yang diharapkan. Saat  MOS aku pun bersikap profesional tidak menampakkan bahwa aku menyukainya. Saat itu entah kenapa kami bisa cepat dekat seperti sudah kenal lama. Dia sering diskusi denganku untuk beberapa persoalan.
Aku ingat saat itu hari pertama MOS bertepatan hari di hari senin. Kebetulan dia bertugas pengibar bendera. Terkejutnya aku ia menggunakan seragam itu. Iya seragam yang membuatku mengenalnya. Awalnya aku ingin sekali berfoto dengannya menggunakan seragam itu. Tapi saat itu sedang sibuk – sibuknya. Dan dia hanya mampir sebentar ke kelas untuk mengambil baju ganti. Sebenarnya saat itu bisa saja aku meminta foto, tapi dikelas hanya ada aku panitia. Jadi mau gak mau aku harus merelakan dia ganti baju agar segera melanjutkan tugas.
Hari – hari MOS berjalan seperti biasa hingga hari terakhir. Saat itu aku dua hari sebelum selesai MOS, aku pergi ke Bangka Belitung karena ada acara pertukaran pelajar. Jadi yaa.... saat itu aku tak ikut dihari terakhir MOS. Padahal itu saat-saat seru, aku dikirim video dan foto – foto mereka. Ketika aku pulang dari Bangka Belitung, salah satu teman satu kelompokku memberikan aku plastik berisi surat dari adik – adik MOS. For your information, disekolahku adik MOS diminta untuk membuat surat. Satu surat untuk 5 orang kakak ( 1 kelompok MOS 5 panitia). Beberapa surat mengatakan bahwa Zaka sosok yang tampan / ganteng. Akupun tersenyum sendiri.”Dasar bucin.”kata Dani sembari minum.
Semenjak MOS Zaka seperti menganggap aku teman. Ketika berbicara dengan temanku, ia sopan sedangkan denganku seperti satu angkatan. Selama SMA kujalani sekolahku seperti biasa. Aku juga berusaha untuk tidak terlalu menganggunya. Aku takut itu akan membuatnya risih.
Akhirnya tibalah dipenghujung SMA dan perpisahan. Ketika perpisahan aku tak melihat sosoknya. Ternyata ia dan adik – adik MOS mengajak kami kumpul didepan laboratorium komputer. Kami berfoto bersama, memberikan pesan kepada mereka. Dan ketika sudah bubar, tiba – tiba Zaka mengajak foto berdua. setelah selesai, aku berjalan keruangan lain tiba-tiba ia mengiringi jalanku dan memberikan aku kotak kecil lalu langsung berpamitan pergi.
Di rumah hatiku tak karuan mengingat kejadian itu. Ketika aku membukannya seperti kotak cincin dan dugaanku salah. Itu adalah jam tangan berwarna biru dan hitam. Dani melirik tanganku untuk memastikan jam tangan itu. Jam itu masih berada ditanganku hingga saat ini.
“Itu saja ceritanya?” tanya Dani. “Memang harus bagaimana lagi? Yaa setelah itu aku mulai fokuskan belajar dan belajar. Lagian kita weekend disini cuman mau bahas hal yang tidak berfaedah ini?”tanyaku. “Yaa saya penasaran aja. Soalnya kamu itu dijodohin sama anaknya atasan kita, Pak Ridwan. Saya kira kamu bakalan menanggalkan gelar jomblo eh kemarin Pak Ridwan berkata kamu menolak lamaran itu. Makanya saya penasaran. Soalnya selama ini juga kamu tidak pernah bahas soal cinta. Saya berasumsi kamu tidak bisa melupakan cinta pertamamu.” Jawabnya. “ Dan kamu berasumsi juga bahwa aku belum move on gitu?’tanyaku. Dani  mengangguk kepalanya.
Aku menghela nafasku dan menatap langit langit ruang rapat. Tak terasa air mata berada disudut mataku. “Sudah jangan di fikirkan. Cinta pertama memang seperti itu. Segala bentuk pertama itu selalu istimewa. Bukan hanya cinta pertama. Kau melakukan sesuatu pertama kali itu pasti kau akan ingat. Itu karena efek sensasi pengalaman pertamanya. Kalaupun kamu sama dia jodoh insya allah bertemu. Meski kata orang cinta pertama tak sepenuhnya berhasil.” Kata Dani menenangkanku.
Ku akui, aku merindukannya. aku bisa saja chat sekedar menanyakan kabar. Tapi buatku itu seperti candu. Jika aku chat Zaka berujung aku kembali rindu dan keinginan untuk bertemu semakin kuat. “Kau rindu padanya?” tanya Dani. “Aku gak tau Dan.”jawabku dengan tetap menatap langit-langit ruangan. Air mataku tak tertahan lagi. “Pertama kali lihat Risma nangis karena cowok hahaha. Udah ah saya tidak mau melihat kamu nangis. Kamu itu kuat. Buktikan kamu bisa move on dari dia.” Jawabnya sembari keluar ruangan. Aku pun ikut keluar ruangan.
Matahari terbenam sore ini sangatlah cantik membuatku jalan melambat untuk mengambil gambarnya. Seolah matahari itu memberikan aku kekuatan. “Kamu mau pulang apa saya tinggal?” tanya Dani yang sudah menaiki motor dan siap tancap gas. Aku pun berlari langsung menaiki motorku sembari menggunakan helm. Kami pun pergi dari kantor.

Sabtu, 07 Desember 2019

Mr. Wow



"The word love is not just a word written in a dictionary of all languages. Nor is a word meaningless. But it means an inexplicable feeling, which permeates the souls of every human being. Then it is time that teaches loyalty to everyone who has it."
My name is Krishna. At the moment I am reading a newspaper without the sender's name. This paper is saved in my dictionary. Oh yes, I am studying at Walisongo State Islamic University in the third semester of the English Language Study Program. Don't ask why I received a letter like that, without the sender and without clear reason. Until the third letter arrived, I still ignored it, but this is the fifth time. I felt uncomfortable and confused with this letter, and finally, I decided to discuss it with one of my good friends.
“Hai, Na.”
“Assalamualaikum Nu.”
I replied while cupping my hands. His name is Wisnu, I usually call him Inu. Nutrition Study Program students in semester 3. We are contemporaries. Okay, you must be thinking why do educational Student know nutrition Student? so the story is we accidentally met while verifying admission to this university. He helped me with the paperwork because I only came alone at that time. Since then we were close and I often asked for his help. Even though now I already have a female friend, but he is the only one I trust even though he is sometimes annoying. We often discussed, doing assignments together even though I finally did the work, he slept.
"Oh yeah, sorry. Waalaikumsalam, how's that ??? What letter from Mr. Wow came again?" He said with a serious face.
"Hey, kid. Don't say it like that. useless." I replied.
Inu took the paper. He carefully read it then folded it and put it on the table then took my mango juice and drank it.
"Here, he is someone who likes you." He returned to drink juice. "You should investigate. You pretended to put a book somewhere and then you peeked from a strategic place, how?"Proposed Inu.
"I don't completely believe your words. Your advice is sometimes bad for me. At that time you asked to be accompanied to the library to borrow a reference book for your paper, but instead, you became an impromptu spy by spying on your special someone. "I replied curtly.
"Well, if that's sorry. Just try it first."he answered confidently.
The next day, I shared this classic plan with Alfia, my classmate. "Hm ... this is Inu's plan. Just try Na. Today is Friday, right? very fitting."Alfia answered confidently.
For your information, this short poem is always given to me on Friday after I pray noon. I feel whether this person knows that my hobby is hanging out in Revo Park every Friday. This afternoon I carried out my plan, assisted by Alfia and some friends. After waiting for 15 minutes, a male figure wearing a black hoodie and black jeans approached my stack of books. He tucked the envelope, apparently in the top book. Spontaneously I ran toward him.
 "Ehhh Na wait !!!!!!" shouted Alfia. I don't care about Alfia's screams.
"Hey, you. Wait for me !!!” the mysterious man ran away and dropped several books.
"Hey, you" I held the sleeve of his jacket. But, I lost. He just let go.
"Oh my god, they will fight. Come on guys please help. Revo Park will be destroyed," Ikee exclaimed.
"Already Na, already. Let him run." Hold Ikee. I could only watch him who ran towards the main gate.
"Here Na. The letter. Read it.” Alfia said. Hm ... there's an envelope. Sea blue, my favorite color. It smells of jasmine. Wow, how horror. I slowly opened it.
"The sun is at the end of the road. Not beautiful but very awesome. I was only able to stare. Without being able to say hello can only catch up. I'll just finish this trip. Sorry to make you uncomfortable"
Semarang, 30 September 2018
MW
This is the 6th letter and there is a name (though only initials).
"Hm ... from this letter indicates that he ended the chase. That means that Inu said, Na."Alfia said.
"Maybe he felt you were hard to reach by him so he ended it. Never mind now you do not need to worry anymore. Come on pray." Ikee said, patting my shoulder.
They also took a bag and walked to the mosque. I followed from behind. I also told the incident to Inu. He also agreed to what Ikee and Alfia said. In the end, I did not know who Mr. Wow that. Since that time there were no letters with short poems on Friday.