Ban mobil berwarna hitam doff berhenti di depan sebuah gedung 3 lantai. Pintu terbuka dan muncul wanita dengan berpakaian santai menggunakan gamis panjang berwarna abu-abu. Menggunakan jilbab dan sneakers yang senada dengan warna baju, serta backpack ukuran sedang berwarna hitam. Wanita itu juga membawa paper bag tertulis brand roti ternama.
Ketika memasuki gedung tersebut, wanita itu langsung disambut dengan seorang wanita berkacamata. “Halo Teh Nasa, saya Widya sebagai penanggungjawab Podcast Suara Wanita. Ayok teh kita langsung ke lantai 3. Yang lain sedang bersiap-siap.”
Sepanjang jalan, mereka sedikit berbincang diselingi candaan dari Widya. Sesampainya di lantai, Nasa langsung mengeluarkan isi dari paper bag tersebut dan membagikannya ke orang-orang yang ada di lantai 3 termasuk ke Widya. Setelah selesai, Nasa diminta untuk langsung menempati kursi yang dihadapkan oleh meja dan mic serta beberapa jenis minuman dan jajanan khas pasar. Di sebrangnya terdapat kursi dan kondisi meja yang sama.
“Teh Nasa, ini Santi yang akan memandu podcast episode ini.” Ujar Widya. Nasa langsung tersenyum dan berjabat tangan serta memperkenalkan diri.
Setelah sedikit diskusi kecil antara Widya dan Santi,
terdengar ada yang berkata
Ready…..
action…
“Hallo guys selamat pagi, siang, dan sore. Apa
kabar semuanya? Selamat datang di Podcast
Suara Wanita edisi di hari rabu.” Ucap Santi dengan nada gembira diiringi
suara tepuk tangan bersahutan di lantai 3.
“Okay guys
pada podcast episode kali ini
kedatangan tamu yang baru saja pulang dari luar negeri. ada apa nih di luar negeri?” tanya Santi
dengan sedikit tersenyum misterius.
Nasa, selaku tamu pun tertawa.”Biasa, iseng saja
hehehe eh tidak teman-teman ya. Aku kebetulan ada perkerjaan sekaligus reuni
sama teman-teman kala kuliah dulu.”
“Ooo begitu. Baiklah. Tapi sebelumnya kita ke inti podcast, Santi izin memperkenalkan diri
dulu narasumber kali ini. Beliau adalah Namira Sapphire atau biasa dipanggil
Teh Nasa. Teh Nasa ini merupakan pendiri dari komunitas baca di Desa Sindang, beliau
juga merupakan seorang traveller dan
penulis.”
“Jadi lumayan ya teh kesibukan nya?”
“Hehehe alhamdulillah badan masih mau diajak
kemana-mana.”
“Tapi memang dipanggilnya Teh Nasa? ada sejarahnya
tidak kenapa dipanggil Teh Nasa?”
“Dulu sebelum dipanggil Nasa, nama panggilanku itu
Na. Ketika tahun ke 2 kuliah, aku ikut
kegiatan volunteer di salah daerah
Jawa Barat. Kala itu di kelompok volunteer
itu yang dipanggil Na itu ada 3 orang. Tidak mungkin kan 3 orang dengan nama
yang sama dalam 1 grup. Akhirnya kita mencoba mencari nama panggilan lain agar
tidak tertukar ketika memanggil. Ketika sudah di lokasi, anak-anak kecil di
daerah itu memanggil aku Teh Nasa, singkatan dari kata awal namaku, Namira Sapphire. Ditambahkan teh karena di Jawa Barat. Dan ya semenjak
saat itu setelah pulang kegiatan, panggilan itu terus berlanjut hingga sekarang
bahkan di lingkungan keluarga juga mengubah panggilan menjadi Nasa. Di komunitas
juga gitu. Padahal sudah selesai kegiatan volunteernya.”
“Oh begitu. Seperti episode sebelumnya, Podcast Suara Wanita di setiap rabu
mendatangkan penulis dengan karyanya yang berhubungan tentang perempuan. Secara
kebetulan Teh Nasa baru saja melakukan peluncuran buku tentang independent woman.”
“Sebenarnya awalnya penasaran kenapa diundang. Soalnya
aku tidak berfokus soal perempuan tapi lebih ke literasi. Tapi setelah kemarin
dihubungi sama Teh Widya katanya sekalian ceritakan soal buku terbaruku karena
temanya soal independent woman.”
“Tapi aku infokan lagi ke semua teman-teman pendengar Podcast Suara Wanita, aku masih belajar
mendalami soal independent woman, soal
perempuan. Jadi aku akan lebih membahas soal sosok ‘independent woman’ di mataku yang aku jadikan inspirasi dalam buku
ini. Jadi semisal ternyata berbeda dari yang teman-teman pendengar ketahui,
silakan dikoreksi dan aku dengan senang hati menerima kritik dan saran asal
membangun dan menggunakan bahasa yang sopan.” Ucap Nasa diakhiri dengan
senyuman.
“Tapi teteh saja sudah independent woman. Seorang pegiat literasi, penulis, lalu jadi traveller juga. Sangat mandiri dan
pekerja keras.” Ucap Santi dengan semangat.
“No. aku
yakin ada yang lebih wow dari aku. Aku tidak berani melabeli diriku sebagai independent woman.”
“Hehehe tapi pendengar juga setuju denganku teh. Oke
baik. Kita langsung saja ya teh memulai podcastnya.
Teh Nasa kemarin kan baru saja melakukan peluncuran buku baru dengan judul Dia Wanitaku.
Bisa diceritakan tidak teh bagaimana proses awal dari buku baik itu pemilihan
tema, cerita, hingga pada akhirnya menjadi buku best seller?”
“Sebelumnya mau mengucapkan terima kasih kepada semua
teman-teman yang sudah meluangkan waktu untuk membeli, membaca, bahkan ada yang
sudah review buku ini. Aku sudah
membaca ulasan kalian semua. Jadi, 2 minggu lalu aku baru saja melakukan
peluncuran buku dengan judul Dia Wanitaku. Niat awal membuat buku itu adalah
sebagai salah satu kado ulang tahun ibu. Alhamdulillah ternyata antusias para
pembaca hingga membuat buku itu best
seller. Terima kasih sekali lagi teman-teman atas semuanya. Ibu yang aku
jadikan tokoh utama dalam cerita ini tidak kalah terkejutnya. Karena memang aku
tidak cerita kalau menjadikan beliau sebagai tokoh di buku baruku.”
“Masya allah sekali teh. Memberikan kado ulang tahun
dalam bentuk buku dan malah menjadi best
seller. Apa alas an dari seorang The Nasa memberikan kado dalam bentuk
buku?”
Nasa tersenyum ketika mendengar pertanyaan itu. Ia seperti
melihat kisah perjuangan sang ibu di fikirannya. Bagaimana sang ibu berjuang di
kala Ayah Nasa harus istirahat panjang karena penyakit stroke yang menyerang
secara tiba-tiba.
Nasa akui memori pengingat di otaknya tidak baik alias
dia mudah sekali melupakan memori-memori kecil bahkan penting sekalipun.
Alhasil tak banyak yang dia ingat masa kecilnya. Namun yang membekas adalah
ketika sosok kepala rumah tangga bangun di pagi hari dengan kondisi tak bisa
menggerakkan badan dan tidak bisa berbicara. Kala itu Nasa masih duduk di bangku
kelas 5 sekolah dasar. Nasa kecil bingung kenapa ayahnya seperti itu. Ia sedikit
ketakutan melihat sosok ayahnya yang tidak seperti biasanya. Hanya bisa diatas
tempat tidur. Tentu tidak mudah bagi keluarga Nasa menerima kejadian yang
terbilang mendadak dan dari situlah perjuangan Ibu Nasa dimulai.
Ibu Nasa merupakan seorang guru di sekolah negeri dan
swasta. Sebelum diangkat menjadi pegawai negeri, Ibu Nasa bekerja dari pagi
hingga sore di 5 sekolah yang berbeda. Memang benar hingga sore, karena ada
beberapa sekolah yang memulai kegiatan belajar di siang hingga sore hari. Nasa
kecil sudah terbiasa dengan kesibukan ayah dan ibunya. Setiap pulang sekolah,
Nasa akan ganti baju lalu main ke tetangga hingga sang ibu dan ayah pulang.
Hingga Nasa kelas 2 sekolah dasar, sang ibu diangkat
menjadi pegawai negeri. Tentu itu merupakan kabar bahagia bagi keluarga Nasa.
Beliau ditugaskan untuk mengajar di sekolah dengan jarak 45 km dari rumah. Tapi
itu tidak mematahkan semangat Ibu Nasa agar mampu menghidupi keluarga. Ayah
Nasa pun semangat untuk mengantar Ibu Nasa karena kebetulan satu arah dengan
tempat kerja Ayah Nasa. Setelah diangkat menjadi pegawai negeri Ibu Nasa mempertahankan
1 sekolah dari 5 sekolah sebelumnya artinya Ibu Nasa bekerja untuk 2 sekolah.
Sejak Ayah Nasa sakit, Ibu Nasa menjalani 2 peran
sekaligus. Menjadi sosok ibu yang mengurus rumah di pagi hari serta menjadi
sosok ‘ayah’ yang bekerja. Bukan tak mudah menjalani dua peran tersebut. Ketika
menjadi dewasa, Nasa sadar bagaimana sang ibu dulu mampu bekerja dan mengurus
rumah. Tak jarang beliau di malam hari menyempatkan untuk menyetrika pakaian.
Mengenai Ayah Nasa, sudah berulang kali keluarga
mencarikan obat terbaik untuk ayah. Mulai dari rumah sakit ternama, alternatif
hingga pengobatan yang menurut Nasa sangat aneh. Namun hingga 10 tahun kondisi
Ayah Nasa tidak kunjung membaik. Ayah Nasa akui ketika konsultasi ke dokter,
dokter berkata bahwa Ayah tidak sepenuhnya bisa sehat seperti sedia kala. Hal
itu yang membuat ayah tidak percaya lagi kepada dokter dan memilih pengobatan
alternatif. Hingga di tahun pertama Nasa kuliah, ayah berpulang. Tentu itu
menjadi pukulan tersendiri bagi keluarga.
“Teh?” panggil Santi kepada Nasa. karena melihat Nasa
melamun lama.
“Eh, maaf-maaf jadi teringat sesuatu. Kenapa memilih
untuk memberikan kado berupa buku karena ingin sedikit berbeda dari biasanya.
Kebetulan juga bakatnya di menulis jadi ya sudah aku buat novel yang kisahnya berdasarkan
kisah dari ibu. Tentu ada beberapa bagian yang aku edit dan tidak aku masukan
karena kebutuhan cerita dan juga privasi ibu. Tapi hampir keseluruhan kisah itu
menggambil dari ibu.”
“Oh begitu. Jadi memang ingin sedikit berbeda begitu
ya teh. Tapi Teh Nasa tidak papa? Atau perlu istirahat dulu?”
“Tidak kok tidak perlu. I’m fine hehehe izin minum boleh?” tanya Nasa kepada Santi.
“Boleh teh silakan. Ada jajanan pasar juga. Kalau mau
makanan berat kabari teh nanti dari team
coba carikan.” Ujar Santi serius.
Nasa tertawa dibuatnya. “Hahaha oke siap Teh Santi.”
Setelah meminum air mineral dan sedikit mengatur
napas, Nasa berkata,”kita lanjut ya Teh Santi.”
Santi menjawab dengan menganggukkan kepalanya.
“Menurut Teh Nasa, apa sih yang menarik dari buku yang
teteh terbitkan kali ini?”
“Em… selain buku ini hadir sebagai kado dengan kisah perjuangan
wanita dan kita bisa mengambilkan makna dari kisah sosok wanita ‘yang dipaksa’
menjadi independent woman. Bagaimana
lingkungan memandang wanita tersebut.”
“Dan tidak menyangka akan best seller ya.” Ujar Santi.
“Itu bonusnya hehehe”
“Kalau boleh tau, sosok ibu yang menjadi inspirasi Teh
Nasa itu seperti apa?”
“Sosok ibu dan ayah dalam keluarga. Menjadi independent woman karena kondisi tapi
beliau sama sekali tidak mengeluh. Mengeluh akhir akhir ini karena penyakit
orang tua, seperti punggungnya atau kakinya. Beliau itu sosok pekerja keras.
Bekerja dengan jarak 45 km, kalau pulang pergi berarti sekitar 90 km. Belum di
jalan ban bocor atau hujan. Di rumah pun masih mengurus rumah, mengurus anak-anaknya dan juga
ayah yang sedang sakit. Mungkin itu kalau aku pasti sakit. Ibu juga sosok yang
tidak menyerah. Beliau pernah tes selama 12 kali untuk tes menjadi pegawai
negeri namun tidak lolos dan pada akhirnya diangkat karena ada program dari
pemerintah. Banyak kata-kata Mutiara yang tak jarang beliau berikan. Mungkin
karena beliau guru kali ya jadi suka memberi motivasi ke muridnya jadi banyak
kata-kata mutiara. Selain itu juga beliau mengingatkan anak-anaknya untuk
menabung, dan harus ku akui beliau soal keuangan sangat bagus dan baik. Kadang
dari kami sebagai anaknya suka berkata jangan percaya kalau mamah gak punya
uang hehehe”
“Jadi beliau itu menjadi independent woman bukan karena keinginan sendiri tapi karena
terpaksa ya Teh. Dan dari penurutan teteh sepertinya sangat excited membahas soal ibunya Teh Nasa.”
“Iya. Beliau itu spesial banget dalam hidupku. Beliau
berjuang buat anaknya dan itu masih membekas layaknya film yang diputar
berulang-ulang. Beliau selalu mengusahakan yang terbaik buat anaknya apalagi
soal pendidikan. Ada satu kisah yang kala itu memorable untukku. Ketika SMA dan waktunya membayar spp, beliau membawakanku
uang koin.”
“Uang koin?” Tanya Santi setengah percaya.
“Iya uang koin. Uang 500 dan 1000 an koin itu loh teh.
Akhirnya ya udah bawa saja. Tapi pada akhirnya uangnya aku tukar di warung.
Tapi kalau untuk sehari-hari aku tetap pakai uang koin. Dan itu masih aku ingat
sekarang. Makanya kalau ada uang koin aku suka masukin ke celengan. Nanti kalau
sudah penuh di pecah lalu ditukar ke warung begitu.” Ucap Nasa sembari tertawa.
“Kadang kita sebagai anak ingin tidak merepotkan.
Makanya ketika kuliah aku sambil kerja. Tapi beliau selalu bilang uang hasil
kerja di tabung. Kalau buat anak sekolah, insya allah rezeki selalu ada.
Makanya aku kalau bahas soal ibu suka gak kuat hehehe”
Melihat mata Nasa mulai berembun, Santi sontak meraih
tisu yang ada didekatnya dan memberikan kepada Nasa.
“Maaf banget teh jadi sensitif. Tapi harus ku akui,
kalo terkait orang tua apalagi ibu itu langsung nangis. Beliau pernah bilang,
ketika di sekolah tempat beliau mengajar ada semacam tes kesehatan. Setelah di
cek, tingkat kelelahan ibu itu melebihi batas yang seharusnya manusia. Beliau
bahkan menapouse lebih cepat dikarenakan kelelahan dan stress yang beliau
alami.”
“It’s okay
teh. Manusiawi kok. Apalagi melihat perjuangan ibu Teh Nasa. Ibunya teteh itu
seperti wonder woman.”
“Apa tanggapan
dari lingkungan atau tetangga lain terkait ibunya Teh Nasa?”
“Dewasa ini aku baru sadar teh, bagaimana lingkungan
memandang keluargaku. Ada yang memandang kagum, ada yang memandang biasa saja,
ada yang bahkan memanfaat keluargaku. mereka beranggapan dengan kondisi
pekerjaan ibu yang stabil, gajian terus tiap bulan, kadang dapat bonus, maka
semua akan baik-baik saja. Tapi mereka tidak tahu bagaimana ibu harus memutar
otak agar kondisi keuangan tetap stabil dan adil. Ibu selalu menanamkan kepada
anaknya bahwa semua yang terjadi kepada kita sudah ditakdirkan oleh yang maha
kuasa. Maka tugas kita adalah berusaha dan berserah. Banyak hal yang sudah
dilewati oleh Ibu. Aku bersyukur terlahir di keluarga ini. Meski di awal mereka
kekurangan, namun tidak menggoyahkan semangat untuk hidup lebih baik. ”
“Kalau dilihat dari cerita Teh Nasa, sepertinya dekat
dengan sang ibu ya.”
“No. Aku
dekat dengan ibu itu ketika kuliah malah. Aku kurang paham penyebabnya kenapa
tapi mungkin karena sejak kecil aku tidak terlalu sering bertemu dengan ibu.
Ditambah aku kan tidak punya banyak topik pembicaraan dan aku orangnya itu
pendiam. Jadi ya gitu hehehe gak banyak interaksi dengan ibu. Hingga ketika
bapak tidak ada, kakak tertua meminta untuk sering menghubungi ibu karena
dikarenakan diantara kami 4 saudara, aku yang bisa dibilang banyak waktu untuk
menghubungi ibu. Kedua saudara yang lebih tua dari aku sudah menikah dan
mungkin sedikit sulit menghubungi ibu, adikku sekolah di pondok pesantren, dan
hal itu pasti dia tidak diperbolehkan membawa telpon genggam. Bisa menghubungi
ibu dengan jadwal tertentu. Kalau aku kan kuliah, dan gak banyak kegiatan kala
itu jadi ya cocok. Dan disitu aku baru sadar, bahwa aku tidak banyak memori
dengan keluarga terutama dengan ibu. Aku masih ingat dulu ketika SMA, aku
menghubungi orang rumah hanya untuk minta jemput pulang, atau minta uang. Sejak
saat diminta itu, hampir setiap malam aku menelpon beliau. Setelah magrib
biasanya.”
“Hingga sekarang, teh?”
“iya. Hingga saat ini. Kalau di rumah kan tidak.
Kadang kita mengobrol setelah makan malam. Atau ketika sedang memasak begitu.
Kalau aku tidak di rumah, aku biasanya telpon setelah magrib. Mengikuti waktu
yang pas. Atau waktu pastinya di jam 7.”
“Menurut teteh arti independent woman itu apa sih?”
“Bagiku semua wanita itu hebat. Seorang ibu rumah
tangga sekalipun, kala ia berjuang untuk rumah dan keluarganya. Tidak mudah kan
teh mengurus rumah dan keluarga. Aku berapa kali melihat video cuplikan soal
bagaimana kalau pekerjaan seorang ibu diganti dengan uang. Wah itu setara gaji
guru yang pegawai negeri golongan 3. Dan definisi independent woman itu berbeda-beda setiap orang. Definisi independent woman dari aku adalah wanita
yang mandiri, pekerja keras, wanita yang mampu menahan ego nya. Yang mampu
menentukan keputusan yang tepat untuk kedepannya. Yang mampu menghadapi dunia,
dan kuat secara mental dan fisik. Dan mampu menyeimbangkan antara pekerjaan dan
kondisi rumah. Itu definisi dari aku karena aku melihat kondisi independent woman yang seperti itu.
Mungkin ada yang mempunyai definisi yang berbeda karena lingkungan atau apa
yang dia pelajari berbeda.”
“okehh. Terakhir nih teh, apa pesan teteh buat para perempuan
di luar sana?”
“Em… pandanglah dunia itu luas. Jangan terpaku dengan
1 hal saja. Kita perlu cari pengalaman dan kemampuan agar bisa bertahan. Menurutku
tidak masalah wanita bekerja, seperti yang aku pelajari dari ibu bahwa kita
sebagai perempuan bekerja bukan untuk menyaingi laki-laki, tapi untuk membantu
perekonomian agar jauh lebih. Tentu tidak lupa dengan kondisi rumah. Suami dan anak
juga bisa kok berperan dalam rumah tangga. Membantu meringankan pekerjaan
rumah. Pokoknya saling bahu-membahu sehingga pekerjaan jadi lebih ringan.
Jangan lupa bersyukur dan berserah. Semangat untuk kita semua.” Ucap Nasa
sembari tersenyum.
“Oke. Itu adalah akhir kalimat dari Teh Nasa. Terima
kasih Teh Nasa sudah mau berbagi terkait buku yang baru saja terbit. Seperti
biasa setelah podcast ini tayang akan ada kuis dengan hadiah yaitu buku
terbarunya Teh Nasa dan tanda tangannya. Nantikan rules kuisnya di akun instagram kami. Bye semua.” Ucap Santi mengakhiri podcast.